Jakarta – Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly
mengapresiasi semua pihak yang berperan dalam pengesahan Rancangan
Undang-Undang tentang Pemasyarakatan menjadi Undang-Undang.
Menurut Yasonna, UU tentang Pemasyarakatan
dibentuk untuk memperkuat Sistem Pemasyarakatan di Indonesia yang dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan telah menganut konsep
reintegrasi sosial sebagai pengganti dari konsep pembalasan dan penjeraan.
“Undang-Undang ini juga diharapkan dapat
memperkuat terwujudnya dan terlaksananya konsep keadilan restoratif yang dianut
dalam Sistem Peradilan Pidana Anak (juvenile justice system) serta pembaruan
hukum pidana nasional,” kata Yasonna, saat membacakan Pendapat Akhir Presiden
terkait RUU tentang Pemasyarakatan, dalam rapat paripurna DPR RI, di Gedung
Parlemen, Jakarta, Kamis (7/7/2022).
“Dengan demikian, Pemasyarakatan tidak lagi hanya
pada tahap akhir dari bekerjanya sistem peradilan pidana, namun sudah bekerja
sejak dimulainya proses peradilan pidana,” sambung Yasonna.
Guru Besar Ilmu Kriminologi Sekolah Tinggi Ilmu
Kepolisian itu menuturkan, Pemasyarakatan merupakan salah satu bagian penting
yang tidak dapat dipisahkan dari sistem peradilan pidana terpadu (integrated
criminal justice system), yang menyelenggarakan penegakan hukum di bidang
perlakuan terhadap tahanan, anak, dan warga binaan dalam tahap pra-adjudikasi,
adjudikasi, dan pasca adjudikasi.
Yasonna melanjutkan, penyelenggaraan
Pemasyarakatan sebagai bagian dari sistem peradilan pidana terpadu didasarkan
pada sebuah sistem yang disebut sebagai Sistem Pemasyarakatan yang merupakan
suatu tatanan mengenai arah dan batas serta metode pelaksanaan fungsi
Pemasyarakatan secara terpadu antara petugas pemasyarakatan, tahanan, anak,
warga binaan, dan masyarakat.
Sistem Pemasyarakatan sebagai sebuah sistem
perlakuan terhadap tahanan, anak, dan warga binaan dilaksanakan melalui fungsi
Pemasyarakatan yang meliputi pelayanan, pembinaan, pembimbingan kemasyarakatan,
perawatan, pengamanan, dan pengamatan, dengan menjunjung tinggi penghormatan,
pelindungan, dan pemenuhan hak asasi manusia.
“Hal ini sesuai dengan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia sebagaimana telah diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman, or Degrading Treatment or Punishment (Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia),” ujar Yasonna.
DPR RI mengesahkan Rancangan Undang-Undang atau
RUU Pemasyarakatan menjadi UU saat pembicaraan tingkat II di rapat paripurna.
Rapat dipimpin Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel. Tampak hadir Ketua DPR RI Puan
Maharani dan Wakil Ketua DPR RI Lodewijk Freidrich Paulus.
@kemenkumhamri
@Ditjenpas
@kumhamjatim
@sipp_menpan
@anugerahasn_menpan
@diary_kemenkumham
@rbkunwas
0 komentar:
Posting Komentar