Selasa, 14 Mei 2024

Menkumham Pimpin Delegasi RI dalam Konferensi Diplomatik di WIPO Jenewa

 




 


 

Jenewa - Menteri Hukum dan HAM  Republik Indonesia (Menkumham RI) Yasonna H. Laoly memimpin delegasi RI menghadiri Diplomatic Conference to Conclude an International Legal Instrument  relating  to  Intellectual  Property,  Genetic  Resources  and Traditional Knowledge Associated with Genetic Resources (GRATK) yang diselenggarakan di Kantor World Intellectual Property Organization (WIPO) di Jenewa, Swiss, pada 13 s.d. 24 Mei 2024.

 

Konferensi diplomatik GRATK yang dihadiri oleh lebih dari 1600 orang delegasi yang berasal dari 193 negara anggota WIPO merupakan forum yang sangat penting dan bersejarah yang dinantikan oleh negara-negara anggota WIPO. Selama lebih dari 20 tahun, forum ini membahas isu pelindungan sumber daya genetik, pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional dalam forum Intergovernmental Committee on Intellectual Property and Genetic Resources, Traditional Knowledge and Folkore (IGC-GRTKF). Pertemuan pertama IGC-GRTKF diselenggarakan pada tahun 2001.

 

Dalam forum, Yasonna menyampaikan dua sambutan (statement); pertama, dalam kapasitas Indonesia sebagai Koordinator Like-Minded Group of Countries (LMCs), dan kedua, dalam kapasitas Indonesia sebagai negara anggota WIPO.

 

“LMC telah lama menantikan penyelenggaraan Konferensi Diplomatik GRATK. Setelah lebih dari 2 dekade pembahasan, kerja keras dan kompromi, akhirnya Konferensi Diplomatik GRATK dapat terselenggara. LMCs siap untuk terlibat secara konstruktif untuk dapat menyetujui atau menghasilkan sebuah traktat/perjanjian,” ujar Yasonna.

 

Yasonna menambahkan, sebagai pihak yang menginginkan adanya traktat internasional di bidang sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional terkait, LMCs melihat Konferensi Diplomatik GRATK ini sebagai peluang untuk mengatasi ketidakseimbangan sistem kekayaan intelektual secara umum dan sistem paten secara khusus.

 

LMCs  menunggu  waktu  untuk  bisa  disepakatinya  sebuah  traktat  internasional  yang akan mengatur standar minimum yang bertujuan untuk meningkatkan transparansi sistem paten dan


mencegah  terjadinya  penyalahgunaan  sumber  daya  genetik  dan  pengetahuan  tradisional terkait.

 

Lebih  lanjut  disampaikan  juga  bahwa  LMCs  juga  mengakui pentingnya perhormatan atas hak-hak masyarakat adat (indigenous people) dan komunitas lokal sebagaimana diatur dalam rancangan  perjanjian.  Selanjutnya,  LMCs  menegaskan  bahwa  hal  tersebut  hanya  bisa dilakukan melalui pembentukan persyaratan yang bersifat wajib terkait pengungkapan asal sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional (mandatory disclosure requirement) yang disertai dengan sanksi dan ganti rugi yang sesuai.

 

 

 

Dalam kesempatan ini, Yasonna turut menyampaikan national statement, bahwa sejak lama Indonesia telah   mengakui pentingnya pelindungan sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional terkait.

 

“Bagi Indonesia, adanya sebuah instrumen hukum internasional untuk melindungi sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional sangatlah penting karena beberapa pertimbangan,” terangnya.

 

Pertama, sebuah traktat/perjanjian internasional di bidang sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional akan menjadi tapak jejak yang sangat penting dari usaha bersama negara-negara anggota WIPO untuk memastikan terlindunginya hak-hak pemangku kepentingan, terutama masyarakat asli, komunitas lokal dan negara-negara yang kaya dengan sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional.

 

Kedua, sebuah traktat/perjanjian tidak hanya akan meningkatkan transparansi/ keterbukaan dan menghindari terjadinya kesalahan dalam proses pemberian paten, tetapi juga akan mengatur standar minimum dalam penggunaan sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional terkait.

 

Ketiga, WIPO dan sistem kekayaan intelektual dapat memberikan peran besar dan penting dalam mewujudkan upaya-upaya tersebut termasuk bidang-bidang yang terkait dengan kekayaan intelektual yang selama ini belum ditangani oleh organisasi internasional lainnya.

 

Yasonna turut menegaskan bahwa persyaratan yang bersifat wajib untuk mengungkapkan asal sumber daya genetik dan pengetahuan tradional terkait (mandatory disclosure requirement) harus menjadi capaian penting dalam traktat yang akan dihasilkan untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas.

 

Saat ini, Indonesia telah membuat kebijakan penting untuk melaksanakan disclosure requirements   dalam   sistem   paten   untuk  memastikan  asal  sumber  daya  genetik  dan pengetahuan tradisional didokumentasikan dan dihargai dengan baik. Melalui Undang-undang Nomor 13 tahun 2016 tentang Paten dan Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 38

Tahun  2018  tentang  Permohonan  Paten,  Pemerintah  Indonesia  telah  mengatur  tentang


pelindungan paten untuk sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional melalui disclosure requirement.

 

Sebelum dimulainya Konferensi Diplomatik GRATK ini, Yasonna telah melakukan rapat koordinasi  persiapan  posisi  Indonesia dengan Perutusan Tetap Republik Indonesia (PTRI) untuk PBB, yang diikuti oleh segenap delegasi, termasuk Wakil Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional, Anggota Dewan Pertimbangan Presiden, dan Staf Khusus Menteri Hukum dan HAM Bidang Kerja Sama Luar Negeri.

 

Sebagai informasi, turut hadir sebagai delegasi Deputi Wakil Tetap RI untuk PBB dan WTO Achsanul Habib; Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Djan Faridz; dan Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Min Usihen.

 

 

 

 

 

0 komentar:

Posting Komentar